Oleh: Muhammad Alawy Khan (PT Metro Karya Indotama)
Adanya kewajiban dalam melakukan analisis dampak lalu lintas (Andalalin) yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan pada pasal 99 semakin memperkokoh pentingnya dilakukan andalalin untuk dilakukan pada suatu proyek pembangunan maupun pengembangan. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa setiap pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan wajib dilakukan analisis dampak lalu lintas.
Sumber: Okezone.com
Seperti halnya Amdal (Analisis Dampak Lingkungan), secara teknis Andalalin juga merupakan sebuah kajian yang harus dilakukan untuk melihat sejauh mana dampak yang akan ditimbulkan dari suatu proyek pembangunan/ pengembangan. Hanya saja keduanya memiliki objek yang berbeda, Amdal mengkaji dampak terhadap lingkungan, sedangkan Andalalin mengkaji dampak terhadap lalu lintasnya. Keduanya merupakan amanat dari undang-undang yang harus dilakukan pengembang/ pembangun. Amdal diamanatkan dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sedangkan Andalalin merupakan amanat dari UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Andalalin memang kurang familiar dibandingkan dengan Amdal, bahkan di awal-awal munculnya Andalalin (red: tahun 2009) masih ada pembangun/pengembang yang tidak mengurus Andalalin Ketika melakukan pembangunan yang seharusnya sudah memenuhi persyaratan untuk diakukan kajian Andalalin. Ada juga persepsi yang berkembang bahwa andalalin merupakan izin yang harus didapatkan untuk mendirikan sebuah bangunan.
Andalalin sejatinya merupakan persetujuan dari pemerintah untuk pembangunan/pengembangan suatu pusat kegiatan, hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 75 tahun 2015, persetujuan ini didapatkan setelah melewati beberapa proses, dari mulai menunjuk konsultan yang bersertifikat, kemudian konsultan tersebut melakukan kajian dampak dan prediksi dampak dimasa mendatang yang kemudian dinilai oleh tim evaluasi dari instansi terkait, barulah setelah itu tim evaluasi memberikan persetujuan dalam bentuk surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh instansi yang ditunjuk/ dibentuk oleh Menteri/ Gubernur/ Bupati/ Walikota berdasarkan kewenangan jalan.
Pengembang/ pemrakarsa juga harus membuat surat pernyataan kesanggupan diatas materai yang isinya sesuai dengan hasil rekomendasi yang dibahas oleh tim evaluasi andalalin berdasarkan kajian andalalin. Isi dari surat pernyataan tersebut wajib dilaksanakan oleh pengembang/ pemrakarsa.
Pembangunan/pengembangan yang dilakukan dan mengakses langsung ke jalan kota/ kabupaten dapat mengajukan permohonan persetujuan Andalalin pada Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota, Pembangunan/pengembangan yang dilakukan mengakses langsung ke jalan provinsi dapat megajukan permohonan persetujuan Andalalin pada Dinas Perhubungan Provinsi. Sedangkan pembangunan/pengembangan yang dilakukan mengakses langsung ke jalan nasional dapat megajukan permohonan persetujuan Andalalin pada Kementerian Perhubungan. Hal ini tertuang dalam PM 75 tahun 2015.